Seribu Kebaikan untukmu


Ketika saya berselancar di google akhirnya menemukan tempat dimana kamu bisa mendapatkan buku antologi seribu kebaikan untukmu di sini.

Salah satu karyaku pun ikut memeriahkan dalam buku antologi tersebut bersama karya Kak Fauzan mukrim dan temen-temen FLP Jatinangor (dulu), sekarang sudah dilebur menjadi FLP Sumedang (kalau aku tidak salah informasi).  Ini merupakan proyek bersama pada tahun 2012 dan akhirnya berhasil terbit pada bulan ramadhan 2013. Bisa dikatakan karyaku yang pertama masuk buku antologi adalah yang masuk dalam buku ini. Judulnya 'Cermin Dunia'.

Ini potongan kisahnya:
 Cermin Dunia
oleh Windra Yuniarsih

Sudah tiga malam laki-laki muda itu menginap di kantornya. Proyek besar sedang ditanganinya. Harapannya bila dia sukses dengan proyeknya sekarang dia bisa memperlebar sayap usahanya. Merambah kota-kota besar lainnya bagai laba-laba yang sedang membangun sarangnya lebih luas agar mendapatkan tangkapan yang lebih besar. Dan pastinya juga harus lebih kuat untuk mencegah gangguan-gangguan pesaingnya yang ingin menghancurkannya dan merebut tangkapan yang dia dapat. Strategi bisnisnya cukup handal.
“Pak Faiz, sebaiknya bapak pulang. Biarkan kami yang mengerjakakan sisanya. Tinggal sedikit percayakan saja pada kami,” ungkap salah seorang pegawainya yang usianya terbilang lebih tua darinya.
“Kamu tidak perlu menjilatku orang tua! Fokus saja dengan apa yang kau kerjakan sekarang. Aku akan pulang bila semua ini telah selesai.” Mata dingin dan ucapan laki-laki itu membuat pegawainya menunduk dan terdiam. Pegawainya yang lain pun malas berkomentar.
Usaha bisnis apartemennya selama tujuh tahun terakhir ini tidak ada hambatan. Terus naik ke anak tangga yang lebih tinggi tanpa pernah terpeleset. Sangat sempurna tanpa cacat. Pengusaha muda yang dipenuhi keberuntungan. Itu bila dilihat dari luar dengan mata telanjang. Status lajangnya membuat banyak wanita mendambakannya. Sayang sekali sepertinya laki-laki muda ini tidak berminat untuk bercinta kasih. Menurutnya hubungan seperti itu hanya menyia-nyiakan waktunya yang berharga. Para wanita baginya adalah parasit yang harus dihindari. Pengalaman pahit masa lalunya membuat sosok laki-laki ini tidak memiliki hati yang cukup besar untuk menerima kehidupan sosial. Semua yang dikerjakannnya selalu berhubungan dengan bisnis. Dia akan menelpon atau mengobrol dengan seseorang bila ada keuntungan di baliknya. Sangat serakah dan menakutkan. Selain itu dia cerdik dan pintar.
Dini hari sekitar pukul tiga fiksasi konsep apartemen baru yang akan di buat selesai.  Pegawai pulang ke rumahnya masing-masing membawa wajah-wajah lesu yang terkantuk-kantuk. Muka-muka pucat yang kurang tidur  keluar dari gedung berlantai sembilan. Dengan sangat sulit bibir mengguratkan senyum kelegaan. Wajah pemimpin mereka yang begitu datar membuat mereka takut menunjukkan perasaan puas telah menyelesaikan pekerjaaan itu.
Semua pegawai telah keluar dari kantor. Kantor itu tampak hening pada pagi buta. Hanya satpam yang tertinggal dan juga Faiz. Laki-laki muda itu masuk ke ruangannya di lantai Sembilan. Dia merebahkan badannya di kursi kerjanya. Matanya mengawang-ngawang mengamati langit-langit yang kosong. Beberapa menit berlalu. Matanya masih terbuka. Rasa kantuk sepertinya tidak dia miliki. Sampai matahari mendaratkan cahaya ke ruang kerjanya. Menyapu wajahnya yang tegas. Dia memutar kursi ke arah jendela kaca di belakang meja kerja, menatap sang pagi yang cerah.
Sabtu pagi suasana kantor sepi. Tidak ada pegawai yang akan masuk. Saatnya para pegawai itu bercengkerama dengan keluarganya. Faiz melangkahkan kakinya menuju parkiran. Membawa beberapa berkas untuk dipresentasikan lusa yaitu pada senin siang. untuk dipelajari lebih teliti lagi. Hasil kerja dengan para pegawainya selama tiga hari tiga malam.
Mobil BMW yang dikendarai Faiz melaju kencang di jalanan ibukota. Lampu merah menghentikannya di perempatan jalan. Pengamen datang menghampiri mobil. Seorang bocah kecil memainkan gitar mungil berwarna coklat kusam. Menadahkan kantung plastik ke arah jendela mobil Faiz. Mata Faiz hanya menatap sekilas yang sudah cukup membuatnya muak.
“Dasar sampah tidak berharga.” serapahnya pada pengamen kecil itu. Dan kemudian kakinya menginjak gas setelah lampu lalu lintas berwarna hijau. Bocah kecil itu sedikit kaget dan kehilangan keseimbangan lalu terjatuh tersungkur. Uang recehan dalam kantung plastiknya jatuh berhamburan ke jalan.

*dan seterusnya...(masih panjang)*

Ah...aku jadi rindu. Rindu berkumpul dengan kawan-kawan lama yang mencintai dunia literasi. Apa kabarnya mereka sekarang? Mungkin sudah menemukan dan memeluk mimpi mereka masing-masing. Sedang aku masih asik bermain, bermain dan bermain. He he he...


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.